Kamis, 23 Juni 2011

Kekuatan Sebuah Insentif


Insentif… mendengar kata ini di kala kondisi perekonomian serba sulit bagai terkena embun pagi yang menyejukkan hati. Semua orang butuh tambahan kemampuan ekonomis di kala penghasilan mereka menurun atau bahkan hilang karena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bagi orang yang kreatif dan punya semangat juang tinggi, kesulitan ekonomi yang menderanya tidak akan menyebabkannya patah semangat dalam mencari penghidupan yang lebih baik. Tetapi bagi orang yang rapuh dan tidak punya semangat, kesulitan ekonomi justru membuat hati dan pikirannya semakin sempit.
Perhatikan saja, berapa banyak orang yang mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup sebelum waktunya karena tak tahan dengan tekanan ekonomi yang dialaminya? Berapa banyak orang yang akhirnya melakukan pekerjaan yang tidak benar karena tak punya pekerjaan? Dan pemberian insentif bagi orang-orang seperti ini bagaikan menemukan oase di tengah gurun pasir.
Orang yang sedang merasakan kesusahan, seringkali membandingkan kondisinya dengan kondisi orang-orang di atasnya. Membayangkan betapa hidup orang-orang di atas mereka itu tidak sesulit hidup yang mereka jalani. Inilah yang akhirnya menimbul kecemburuan sosial.
Kecemburuan sosial ini akan makin menjadi-jadi manakala orang-orang yang kondisinya mereka anggap lebih baik itu justru mendapat bantuan dari pemerintah. Semakin besarlah jurang kecemburuan sosial itu dan dapat menimbulkan gejolak sosial.    
Untuk itu, pemerintah dalam memberikan stimulus atau insentif bagi masyarakat yang terkena dampak ekonomi sejatinya adalah sebuah langkah yang baik. Pemberian insentif atau stimulus tersebut memperlihatkan bahwa negara peduli dengan kondisi rakyatnya. Namun, keputusan pemberian insentif tersebut harus diikuti dengan keselarasan antara tujuan diberikannya insentif dengan sasaran pemberian insentif dan pemilihan bentuk stimulus yang sesuai. Ini penting, pasalnya, alih-alih kondisi menjadi lebih baik, justru menuai protes dari berbagai pihak.
Seperti yang terjadi pada pemberian insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah. Tujuan pemerintah dalam hal ini sangat baik, yaitu untuk menahan turunnya perekonomian nasional dan meningkatkan daya beli masyarakat. Tetapi penerima fasilitas PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah ini dibatasi hanya untuk kaum pekerja yang penghasilan brutonya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sampai dengan Rp5.000.000,00 dan bekerja di sektor-sektor tertentu saja.
Ketetapan ini diprotes oleh masyarakat yang merasa dirinya lebih berhak untuk memperoleh bantuan, seperti mereka yang penghasilannya di bawah PTKP. Mereka merasa tidak diperhatikan, padahal mereka juga merasakan kesulitan yang sama. Kemudian, orang-orang yang terkena PHK. Kini, mereka tidak lagi memperoleh penghasilan karena kehilangan pekerjaan. Tetapi, mengapa pemerintah tidak menggunakan dana tersebut untuk meng-create sebuah program yang dapat menyerap tenaga kerja saja?
Ada juga yang tak kalah sengit memprotes, mengapa pemerintah tidak memberikan uang tersebut untuk membantu perusahaan membeli mesin untuk keperluan produksi saja? Lalu bagaimana dengan para pelaku usaha yang sektornya tidak mendapat fasilitas tetapi juga dihantam krisis? Jadi insentif ini tidak menyentuh masalah yang utama.
Ada satu komentar dari Wajib Pajak yang cukup menggelitik sampai ke telinga ITR. Wajib Pajak tersebut dengan santainya berujar, “Ya enggak apa-apa lah, daripada uangnya dipakai untuk korupsi...”. Ya, di sisi lain, masyarakat kita terkadang cukup ‘nrimo dengan keadaan yang ada.
Sebuah teori menarik dipaparkan oleh ekonom muda Amerika Serikat, Steven D. Lewitt. Menurutnya, tidak ada masalah di dunia ini yang tidak bisa diselesaikan dengan merancang insentif yang tepat. Meski solusi itu tidak selamanya indah, bisa melibatkan paksaan, penalti yang berlebihan bahkan pelanggaran terhadap hak manusia. Namun masalah utama akan selalu dapat terselesaikan, karena insentif itu bagaikan peluru, pengatur, kunci, bahkan dianggap sebagai objek kecil dengan kekuatan dahsyat untuk mengubah situasi. Semoga hal ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah kita ¢

Tidak ada komentar:

Posting Komentar