Jumat, 22 Juli 2011

Konsumsi Produk Dalam Negeri Saja


Saat ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) ditandatangani, pemerintah Indonesia tampak optimis bahwa Free Trade Area (FTA) akan berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi nasional. FTA diharapkan mampu meningkatkan volume ekspor.
Dengan meningkatnya volume perdagangan dalam negeri, penerimaan PPN atas impor dan konsumsi barang/jasa di dalam negeri akan tentu meningkat. Bahkan pemerintah telah memproyeksikan PPN akan meningkat sebesar Rp55,2 triliun setelah ACFTA berlaku.
Agar proyeksi ini menjadi kenyataan, saat ini pemerintah menyatakan akan menggelontorkan stimulus fiskal sebesar Rp23 triliun dalam pos belanja APBN 2010. Dana ini akan dipakai untuk perbaikan infrastruktur jalan, pelabuhan, serta memberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan.
Namun, optimisme yang dibangun pemerintah tak dirasakan sebaliknya oleh pelaku usaha tanah air. Pemberlakuan ACFTA justru menjadi momok yang menakutkan bagi para pengusaha Indonesia. ACFTA dikhawatirkan akan menghancurkan industri nasional, karena barang-barang produksi China membanjiri pasar-pasar dengan harga-harga yang lebih murah. Bagi konsumen, kondisi seperti ini justru menyenangkan, karena selain lebih banyak pilihan barang, mereka juga punya kesempatan untuk mengkonsumsi lebih banyak.
Melihat kenyataan ini, timbul pertanyaan. Jika ACFTA akan meningkatkan volume perdagangan, apakah volume perdagangan pengusaha dalam negeri akan terdorong naik? Bagaimana volume perdagangan pengusaha-pengusaha Indonesia bisa berkembang jika modal mereka tak bertambah karena pasar dalam negeri saja lebih memilih untuk menggunakan barang-barang produk luar? Jangan-jangan akan banyak perusahaan yang gulung tikar dan karyawannya di-PHK.
Jika kekhawatiran sebagian besar pelaku usaha domestik terbukti, maka tak hanya tujuan peningkatan ekonomi yang tidak tercapai, namun juga proyeksi penerimaan pajak juga bisa meleset. Bisa jadi memang penerimaan PPN akan naik, namun penerimaan PPh badan dan orang pribadi justru bisa menurun drastis.
Menghadapi ACFTA, Indonesia jelas terlambat mempersiapkan diri. Selama ini pemerintah kita masih sibuk mengurusi masalah politik, hukum dan korupsi yang berkepanjangan. Masalah yang lebih urgent seperti pembangunan sarana dan prasarana untuk sektor usaha jadi terbengkalai.
Kini, pemerintah harus mengambil langkah yang tepat dan efektif untuk membantu pelaku usaha dalam negeri menghadapi ancaman ACFTA. Karena mundur dari ACFTA sepenuhnya juga bukan sebuah pilihan, mengingat arus globalisasi sulit dihindari.  
Sementara kita, sebagai masyarakat, bisa mengambil peran dengan tetap menomorsatukan produk dalam negeri dalam mengkonsumsi apapun. Selain bisa membantu pengusaha lokal untuk tetap bertahan, kita juga bisa mengamankan penerimaan pajak dari sektor PPh. Penerimaan pajak ini pun kemudian bisa digunakan pemerintah kita untuk terus memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat mendukung peningkatan industri dalam negeri ¢

Tidak ada komentar:

Posting Komentar